Kamis, 03 Maret 2011 01:36
JAYAPURA— Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Papua Bersatu Untuk Keadilan (KRPBK) menggelar aksi unjukrasa di Kantor Gubernur Provinsi Papua kemudia dilanjutkan ke Kantor DPRP, Jayapura, Rabu (2/3). Para pengunjukrasa mendesak para Ketua Sinode GIDI Pdt Lipius Biniluk STh dan Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM serta Ketua Sinode Gereja lainnya di Tanah Papua agar segera menarik perwakilan lembaga keagamaan di MRP. Padahal, sebelumnya para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua sempat menandatangani surat pernyataan sikap untuk menghentikan seluruh proses pemilihan MRP serta menolak memberikan rekomendasi perwakilan dari lembaga agama Kristen sebagai calon anggota MRP masing masing Ketua Umum Persekutuan Gereja Gereja BAPTIS Papua Pdt Socrates Sofyan Yoman MA, Ketua Sinode KINGMI di Tanah Papua Pdt Dr Benny Giay MA, Wakil Ketua BP-AM Sinode GKI di Tanah Papua Pdt Drs Elly D Doirebo MSi serta Ketua Sinode Gereja Bethel Pdt. Tonny Infandi STh. KRPBK mensinyalir Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Yemima Krey STh telah menandatangani rekomendasi untuk calon calon anggota MRP, padahal sebelumnya yang bersangkutan ikut menandatangani 11 rekomendasi Gereja menolak pemilihan MRP.
Beberapa saat setelah tiba di Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jayapura pengunjukrasa menyampaikan pernyataan sikap yang ditandatangi Usaman Yogobi (Ketua SHDRP), Selpius Bobii (Ketua Umum Front PEPERA PB), Agus Ayemiseba (Ketua SPM), Manfret Naa (Ketua SONAMAPA) didukung sepenuhnya Perwakilan Adat Wilayah Mamta, Perwakilan Adat Wilayah Saireri, Perwakilan Adat Wilayah Doberai, Perwakilan Adat Wilayah Bomberai, Perwakilan Adat Wilayah Lanipago, Perwakilan Adat Wilayah Animha, dan Perwakilan Adat Wilayah Mepago.
Pernyataan sikap tersebut antara lain stop pemilihan MRP, segera jawab 11 rekomendasi Mubes MRP bersama Orang Asli Papua, pimpinan Gereja Pro Otsus Papua segera berhenti melacurkan diri.
UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua telah gagal total, terbukti bahwa ada 4 indikator utama yakni pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur belum di rasakan rakyat bangsa Papua.
Sensus Penduduk pada tahun 2010 telah menunjukan bahwa dari 33 Provinsi di Indonesia, Provinsi Papua dan Papua Barat angka kemiskinan menduduki ururan pertama. Inilah indikator kegagalan UU Otsus Papua yang tak bisa dibantah siapapun. Dana Rp 28 triliun di era Otsus selama 10 tahun habis terbagi antara pejabat Papua dan Jakarta.
Negara Indonesia telah gagal membangun Papua, tapi Negara Indonesia sukses dalam membangun pemarginalisasian, pembangunan pembohongan, pembangunan ketidakadilan, pembangunan pembantaian, pembangunan pembodohan, pembagunan diskriminasi, pembangunan pemerkosaan, pembangunan perampasan tanah, pembangunan perampasan kekayaan alam Papua, dan lain sebagainya.
Singkatnya pembangunan yang diterapkan di Tanah Papua adalah pembangunan perampasan hak-hak dasar orang asli Papua, termasuk perampasan terhadap hak penentu nasib sendiri bagi bangsa Papua.
Otsus sudah gagal total, tapi perekrutan dan pemilihan MRP sedang di dorong oleh pemerintah Indonesia melalui Kesbang Pol yang diback up pimpinan Gereja tertentu seperti Ketua Sinode GIDI dan Uskup Jayapura.
Sementara itu, adapun pimpinan Gereja di Tanah Papua yang pro suara-suara umat tertindas tampil menyambungkan suara umat Tuhan yang menolak Otsus Papua.
Adalah suatu tindakan kenabian ketika para gembala umat tampil menyuarakan suara umat Tuhan yan terabaikan. Tindakan pimpinan Gereja pro umat tertindas adalah suatu tindakan penyelamatan terhadap umat Tuhan, suatu tindakan kebebasan, suatu perutusan.
Gereja adalah benteng pertahanan integritas umat Tuhan yang terbelenggu sistim pemerintahan yang tak demokratis, tak adil, tak jujur, tak bermartabat, tak memihak dan tk memberi rasa kedamaian bagi umat Tuhan di Tanah Papua.
Demi menyelamatkan manusia dan Tanah Papua dari bahaya kepunahan etnis dan kehancuran, maka kami menyatakan dengan tegas bahwa.
Antara lain, pemerintah Indonesia telah gagal membangun Papua, Otsus juga telah gagal total, hak hidup orang asli Papua terancam, maka pemerintah Indonesia segera mencabut UU No.21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
Stop pemilihan MRP dan segera menjawab 11 kursi rekomendasi MUBES MRP bersama orang asli Papua.
Pemerintah Indonesia melalui Gubernur Papua dan Papua Barat segera membubarkan MRP boneka Jakarta. Rakyat bangsa Papua menolak dengan tegas revisi UU Otsus Papua.
Mendesak negara-negara pendonor Otsus segera menghentikan saluran dana.
Rakyat bangsa Papua menolak unit pembangunan Papua dan Papua Barat (UPA) yang sedang digagas di Jakarta. Dan beberapa tuntutan lainnya.
Ketika di DPRP, Ketua Umum Front PEPERA PB Selpius Bobii mewakili pengunjukrasa menyerahkan pernyataan sikap yang diterima anggota DPRP Bob Patipae dan Mohammad Nawawi. Akhirnya para pengunjukrasa meninggalkan Kantor DPRP dengan aman dan tertib. (mdc/rza/don/03)
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9131:ketua-sinode-dan-uskup-didesak-tarik-perwakilan-di-mrp&catid=25:headline&Itemid=96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar